Senin, 01 Juli 2013

ABNORMALITAS DAN KAITANNYA DENGAN KONSEP MOTIVASI, STRESS DAN GENDER

PENGERTIAN ABNORMALITAS

Psikologi Abnormal ( Abnormal Psychology ) merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang – orang yang mengalaminya. Dari waktu ke waktu sebagian dari kita merasa cemas ketika menghadapi interview kerja yang penting atau ujian akhir . Lalu bagaimana kita di anggap melanggar batas antara perilaku abnormal dengan normal ?
Satu jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Hal yang normal bila kita tertekan dalam tes tetapi menjadi tidak normal ketika rasa cemas itu muncul ketika sedang memasuki department store atau menaiki lift. Perilaku abnormal juga diindikasikan melalui besarnya / tingkat keseriusan problem. Walaupun bentuk kecemasan sebelum interview kerja dianggap cukup normal namun merasa seakan – akan jantung akan copot yang mengakibatkan batalnya interview adalah tidak normal.

KAITAN ABNORMALITAS DENGAN :

  1. Konsep Motivasi
Dalam konseptualisasi yang lebih baru (Elliot, 2011), terapi humanistik dan eksperimental telah menekankan pentingnya penggunaan metode-metode klinis. Terapi humanistik dan eksperimental kontemporer menekankan pentingnya memasuki dunia dan pengalaman klien, mencoba menangkap hal yang paling penting bagi klien pada saat itu. Dibangun dari premis yang diajukan oleh Rogers, para terapis yang efektif mencari cara untuk menyampaikan empati dan penerimaan serta melibatkan klien dalam menentukan tujuan treatmen serta melibatkan klien dalam menentukan tujuan treatmen serta mendefinisikan teknik-teknik seperti wawancara motivasi (motivational interview – MI), suatu cara terapi yang berpusat pada klien untuk mencapai perubahan perilaku dengan cara membantu klien mengeksplorasi dan mengatasi ketidak keseimbangan. Seperti Rogers, para klinisi yang menggunakan teknik ini mendasarkan terapi mereka pada metode mendengarkan dan merefleksikan yang memungkinkan mereka mencari celah untuk memicu perubahan dalam diri klien. Terapis mencoba untuk menemukan motivasi dalam diri klien untuk berubah dengan menekankan otonomi individual serta kemampuannya untuk memilih apakah perlu berubah, kapan, dan bagaimana cara untuk berubah (Hettema, Steele, & Miller, 2005)

  1. Stress
Esensinya, abnormalitas dan stress memiliki kaitan yang sangat erat, abnormalitas dapat muncul dari stress. Stress mampu menurunkan kinerja tubuh individu. Stress merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Apabila dalam lingkungannya membuat individu menjadi tertekan, maka individu tersebut akan mengalami stress jangka panjang. Stress  tersebut mampu merubah individu menjadi depresi dengan memunculkan gejala-gejala seperti melamun, menangis, berbicara sendiri atau mungkin samai pada bunuh diri.

  1. Gender
Secara umum, penyebab terjadinya abnormalitas dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu yang disebabkan oleh gangguan biologis dan gangguan psikologis. Tentunya kedua sumber penyebab ini saling berinteraksi atau bahkan saling menguatkan menyebabkan abnormalitas.
Kali ini, pembahasan kita tentang abnormalitas diarahkan kepada gangguan biologis. Gangguan biologis penyebab abnormalitas bisa karena gangguan congenital, gangguan kromoson (struktur genetika), paparan bahan-bahan kimia, dan penyebab biologis lain. Untuk pembahasan lebih rinci, kita akan bahas pada bahasan lain. Pada kesempatan ini, kita tuntaskan pada pembahasan gangguan abnormalitas yang berhubungan dengan kromosom dan gen.
Pada beberapa kasus, abnormalitas memberi ciri pada proses genetik. Beberapa abnormalitas ini meliputi seluruh kromosom yang tidak terpisah dengan benar pada pasa pembelahan sel (fase miosis). Abnormalitas lain dihasilkan dengan adanya pewarisan gen yang abnormal atau adanya mutasi gen.
Kadang saat gamet dibentuk. Sperma dan sel telur tidak mempunyai rangkaian normal 23 pasang kormosom. Contoh yang paling jelas adalah sindrom down dan abnormalitas kromosom jenis kelamin.
Bayi yang baru lahir memiliki kromosm X dan Y, atau dua kromosom XY untuk laki-laki dan XX untuk perempuan. Embrio manusia haru memiliki setidaknya satu kromosom X untuk dapat tumbuh. Abnormalitas kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin yang paling umum melibatkan adanya kromosm ekstra (baik X atau Y) atau ketiadaan satu kromosom X pada perempuan.
·         Sindrom Klinefelter
Sindrom klinefelter merupakan kelainan genetik di mana laki-laki memiliki kromosom X ektra, membuat mereka menjadi XXY dan bukan XY. Laki-laki dengan kelainan ini memiliki testis yang tidak berkembang, dan mereka biasanya memiliki dada yang besar dan tumbuh tinggi. Sindrom klinefelter terjadi sekitar satu dalam setiap 800 kelahiran hidup anak laki-laki.
·         Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X adalah kelainan genetic yang merupakan akibat dari abnormalitas dalam kromosom X, yang menjadi terhimpit dan sering pecah. Defesiensi mental sering menjadi konsekuensi tetapi defesiensi ini mungkin mengambil bentuk berupa keterbelakangan mental, gangguan belajar, atau rentang perhatian yang pendek. Kelainan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, kemungkinan pada kromosom X kedua pada perempuan dan menegasikan efek negative gangguan ini.
·         Sindrom Turner
Sindrom turner adalah kelainan kromosom pada perempuan di mana sebuah kromosm X hilang dan menjadikan pemiliknya XO dan bukan XX, atau kromosom kedua terhapus sebagian. Perempuan dengan sindrom ini berpostur pendek dan mempunyai leher yang tersambung oleh membran kulit. Mereka dapat tidak subur dan mengalami kesulitan matematika, tetapi kemampuan verbal biasanya cukup baik. Sindrom turner terjadi kira-kira 1 dari setiap 2500 kelahiran.
·         Sindrom XYY
Sindrom XYY merupakan kelainan kromosom dimana laki-laki memiliki kromosom Y ekstra. Ketertarikan awal pada sindrom ini terfokus pada keprcayaan bahwa kromosom Y esktra yang ditemukan pada beberapa laki-laki menyumbang terhadap perilaku agresi dan kekerasan. Meskipun demikian, peneliti kemudian menemukan bahwa laki-laki XYY tidak lebih mungkin melakukan kejahatan daripada laki-laki XY.

Sumber :
Halgin, Richard P dan Susan Krauss Whitbourne, 2010, Psikologi Abnormall: Perspektif Klinis Pada Gangguan Psikologis, Edisi 6, Jakarta: Salemba Humanika
http://ebekunt.files.wordpress.com/2009/11/psikologi-abnormal.pdf
http://kusbiantari.blogspot.com/