Kamis, 22 Mei 2014

TERAPI KELOMPOK

Psikoterapi
Annisa Muslimah (10511966)
Gustia Rahmi (13511117)
Yuni Andayani (17511660)
3PA08

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Undang-undang No 3 tahun 1966 menyatakan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (dalam Istiana, Keliat & Nuraini, 2011).
Berbagai terapi yang dapat diberikan perawat kepada anggota keluarga berupa terapi keluarga, terapi kelompok seperti edukasi kelompok, psikoedukasi kelompok, terapi supportif, dan terapi kelompok terapeutik (Stuart & Laraia, 2005 dalam Istiana, Keliat & Nuraini, 2011). Salah satu terapi kelompok yang diberikan adalah Terapi Kelompok Terapeutik (TKT). Terapi kelompok membantu anggotanya mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok dan meningkatan kualitas antar anggota kelompok untuk mengatasi masalah dalam kehidupan (dalam Istiana, Keliat & Nuraini, 2011). Terapi ini diberikan pada semua tingkat usia sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya dan dapat dilakukan secara berkelompok maupun indvidu bertujuan menstimulasi perkembangan secara individu.
B.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini terbagi menjadi 2, yaitu:
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang terapi kelompok.
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Psikoterapi.
C.     Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat umum tentang terapi kelompok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Sitohang, 2011).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep dalam Sitohang, 2011).
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal:
1.      Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2.      Memperbaiki hubungan interpersonal.
3.      Perubahan tingkah laku.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi kelompok adalah suatu psikoterapi secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien di mana pertemuan telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan terhadap tujuan terapi.
B.     Manfaat
Menurut Yosep (dalam Sitohang, 2011) terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat:
1.      Umum
a.       Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b.      Membentuk sosialisasi
c.       Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d.      Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
2.      Khusus
a.       Meningkatkan identitas diri.
b.      Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c.       Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d.      Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
C.     Tahapan Terapi Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Sihotang, 2011).
1.      Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono (dalam Sihotang, 2011) jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang me menuhi syarat untuk mengikuti terapi kelompok adalah sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep dalam Sihotang, 2011).
2.      Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom (dalam Sihotang, 2011) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (dalam Sihotang, 2011) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
a.       Tahap orientasi Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
b.      Tahap konflik Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina dalam Sihotang, 2011).
c.       Tahap kohesif Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat dalam Sihotang, 2011).
3.       Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat dalam Sihotang, 2011). Pada akhir  fase ini, anggota kelompok menyadari  produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep dalam Sihotang, 2011).
4.      Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat dalam Sihotang, 2011).
D.    Bentuk-bentuk Terapi Kelompok
Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis terapi individual yaitu:
1.      Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
2.      Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka mempunyai problem yang sama.
3.      Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Suatu tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik yang  disadari  pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi antar anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut (Tomg dalam Ahmad, 2012).
Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan kepercayaan diri, sensitifitas, dan keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang difasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas waktu (Hibbert dalam Ahmad, 2012).
E.     Kuesioner Kepuasan Anggota Kelompok
Di bawah ini diberikan satu contoh kuesioner untuk mengukur kepuasan seseorang terhadap kelompok yang dia ikuti. Kuesioner ini bisa digunakan oleh pekerja sosial dalam proses asesmen atau penggalian masalah dan kebutuhan klien dalam kegiatan Terapi Kelompok (Zastrow, 1999). Pilihan jawaban dari atas ke bawah menunjukkan tingkat kepuasan anggota kelompok yang bisa diberi skor secara berjenjang dari 4 hingga 1 atau 0. Skor jawaban yang tinggi menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi, kep[uasan anggota kelompok dikategorikan tinggi jika berada diantara skor 10 s/d 14; skor sedang sekitar 5 s/d 9 dan rendah jika memiliki skor di bawah 5.
Pekerja sosial dapat memberi pengantar atau petunjuk sebagai berikut : mohon anda dapat mengevaluasi pengalaman-pengalaman yang dialami anda di dalam kelompok yang anda ikuti. Silahkan anda memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia. Jawaban-jawaban anda terhadap kuesioner ringkas ini akan membantu kami dalam memperbaiki kelompok-kelompok di masa yang akan datang. Guna menjamin kerahasiaan, anda tidak perlu mencantumkan nama dan indentitas anda lainnya.
1.      Apakah anda dapat mencapai harapan-harapan anda dengan bergabung dengan kelompok ini?
___ Ya, sepenuhnya
___ Sebagian besar
___ Tidak ada kemajuan berarti
___ Semakin memburuk dari sebelumnya
Komentar lain:
2.      Anda merasa bahwa kelompok ini dapat mencapa tujuan-tujuannya?
___ Ya, sepenuhnya
___ Sebagian besar
___ Tidak ada kemajuan berarti
___ Kelompok ini melakukan kesalahan fatal
Komentar lain:
3.      Bagaimana perasaan anda berkenaan dengan pemimpin kelompok ini?
___ Sangat rnernuaskan
___ Memuaskan
___ Biasa-biasa saja, tidak ada perasaan apa pun
___ Tidak memuaskan
___ Sangat tidak memuaskan
Komentar lain:
4.      Bagaimana perasaan anda terhadap anggota lain dari kelompok ini?
___ Puas dengan siapa saja
___ Puas dengan sebagian, tidak puas dengan sebagian lainnya
___ Biasa-biasa saja, tidak ada perasaan apapun
___ Tidak puas dengan sebagian besar anggota kelompok ini
___ Tidak puas dengan semua anggota kelompok ini
Komentar lain:

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Terapi kelompok adalah suatu metode khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu-individu dan kelompok-kelompok untuk tumbuh dalam seting-seting fungsional, pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan. Terapi kelompok dapat digunakan utuk ranah klinis, pendidikan sampai industri sesuai dengan tujuan diadakannya terapi dengan tetap memperhatikan prinsip dan proses berjalannya terapi.
Tahapan terapi kelompok terdiri dari, fase prakelompok, fase awal kelompok; tahap orientasi, tahap konflik, tahap kohesif, fase kerja kelompok, dan fase terminasi
Bentuk-bentuk terapi kelompok terdiri atas, kelompok eksplorasi interpersonal, kelompok bimbingan-inspirasi, serta terapi berorientasi psikoanalitik. Sebelum terapi diputuskan selesai, para anggota diminta untuk mengisi kuesioner demi keputusan hasil akhir dari terapi kelompok.

Contoh kasus 1
Anak sekolah di Sekolah Dasar Negeri wilayah Kelurahan Depok (SDN Depok 3 dan SDN Depok 4) dan Depok Jaya (SDN Depok Baru 4 dan SDN Depok Baru 07) Kota Depok dengan jumlah sampel 116 orang murid kelas 4 dan 5 yang dipilih secara simple random sampling. Kriteria inklusi responden adalah : Anak usia sekolah (9 sampai 11tahun), bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden, anak yang sudah melampaui masa perkambangan usia pra sekolah (dengan indikator usia anak).
Sekolah Dasar yang digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut: di Kelurahan Depok Jaya adalah SDN Depok Baru 4 dan SDN Depok Baru 7 sebagai kelompok intervensi 1, SDN Depok Baru 3 dan SDN Jaya 3 sebagai kelompok kontrol, sedangkan di Kelurahan Depok adalah SDN Depok 3 dan SDN Depok 4 sebagai kelompok intervensi 2. Waktu penelitian dimulai dari Bulan April 2011 sampai Bulan Juni 2011. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari empat kuesioner: kuesioner A (data demografi), kuesioner B (pengetahuan anak usia sekolah tentang stimulasi anak usia sekolah), kuesioner C (kemampuan psikomotor anak usia sekolah dalam melakukan stimulasi perkembangan), dan kuesioner D (perkembangan industri anak usia sekolah). Analisis bivariat yang digunakan adalah independent t-test, paired t-test, dan chi square. Analisis multivariat menggunakan uji Anova dan regresi linier ganda.
Hasil
Karakteristik usia anak sekolah keseluruhan memiliki rata-rata usia 9,97 tahun dengan usia termuda 9 tahun dan tertua 11 tahun. Jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki sejumlah 58 orang (74,4%). Pendidikan orang tua yang terbanyak adalah pendidikan tinggi sejumlah 72 orang (78,1%). Orang tua yang bekerja sebanyak 69 orang (56,5%) dan jumlah saudara kandung yang terbanyak adalah lebih dari 3 orang sebanyak 65,4% dari keseluruhan responden.
Setelah dilakukan TKT anak sekolah pada anak-orang tua (kelompok intervensi 1) dan anak-guru (kelompok intervensi 2) didapatkan pengetahuan anak usia sekolah pada kelompok intervensi 1 adalah 33,95 (97 %), kelompok intervensi 2 sebesar 32,87 (93,91%) dan kelompok kontrol sebesar 31,33 (89,51%) dengan nilai p-value < 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna tindakan TKT pada ketiga kelompok.
Kemampuan psikomotor anak usia sekolah dalam menstimulasi perkembangannya adalah setara pada ketiga kelompok setelah dilakukan TKT. Hasil yang didapat pada kelompok intervensi 1 adalah 87,54 (72,95 %), kelompok intervensi 2 sebesar 94,55 (78,79%), sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 80,45 (67.04%) dengan nilai p-value < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat bermakna peningkatan kemampuan psikomotor dalam menstimulasi perkembangan industri di antara ketiga kelompok.
Hasil penelitian TKT menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna antara perkembangan industri anak sebelum dan setelah mendapatkan TKT anak sekolah pada kelompok intervensi 1 sebesar 77,62 (77,62%), kelompok intervensi 2 83,61 (83,61%) sehingga meningkat secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan TKT (Grafik 3). Karakteristik anak usia sekolah yang berkontribusi terhadap pengetahuan, kemampuan psikomotor dan perkembangan usia industri anak usia sekolah adalah usia. Pengaruh usia terhadap pengetahuan anak setelah dikontrol oleh variabel lain adalah sebesar 28 % (intervensi 1) dan 27 % (intervensi 2). Pengaruh usia anak terhadap kemampuan psikomotor anak adalah sebesar 49% (intervensi 1) dan 45% (intervensi 2). Pengaruh usia terhadap perkembangan industri anak setelah dikontrol variabel lain adalah sebesar 43% (intervensi 1) dan 55% (intervensi 2).

Contoh Kasus 2
Perempuan paruh baya mengalami banyak perubahan psikososial yang dapat mempengaruhi perkembangannya sehingga diperlukan upaya promotif untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Penelitian quasi experimental dengan pendekatan prepost test with control group ini ditujukan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi kelompok terapeutik (TKT) terhadap perkembangan generativitas perempuan paruh baya di Kabupaten Pinrang. Hasil penelitian terhadap 34 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok kontrol (melalui purposive sampling) menunjukkan peningkatan generativitas secara bermakna (p= 0,000, α= 0,05) pada kelompok intervensi dan peningkatan secara tidak bermakna pada kelompok kontrol (p= 0,410, α= 0,05) sebelum dan sesudah dilakukan TKT. Terapi kelompok terapeutik ini direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai bentuk pelayanan kesehatan jiwa bagi perempuan paruh baya.

Contoh Kasus 3
Untuk menganalisa pengaruh tindakan keperawatan terapi kelompok suportif terhadap Kelompok Reponden kelompok kontrol diambil dari klien DM yang dirawat inap di Bangsal mampuan mengatasi perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. Sedangkan perlakuan yang didapatkan klien adalah tindakan keperawata terapi kelompok suportif sebanyak empat sesi. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner skala novaco dari novaco, Fauziah dan Putri dengan modifikasi peneliti. Responden diseleksi dengan menggunakan kuesioner tersebut dan bila memiliki nilai total <15 maka individu memenuhi criteria untuk menjadi responden yaitu dengan skala marah sedang. Kriteria yang lain adalah Usia dewasa (18 – 55 tahun) yang mampu mengisi data-data yang diberikan, bisa membaca dan menulis, klien yang sudah dirawat selama 2 minggu di RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang, diagnosa keperawatan perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan), jenis obat yang di minum pasien yaitu : CPZ, HP dan THP (berdasarkan catatan keperawatan), klien yang sudah mendapatkan TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan (berdasarkan catatan keperawatan). klien yang mengalami tingkat kemarahan sedang berdasarkan hasil screening emosi marah. Analisis statistik yang dipergunakan yaitu univariat dan bivariat dengan analisis korelasi pearson dan dependent-sample t-test serta Anova dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.

Hasil
Hasil penelitian pada menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 29,33 tahun dan frekuenai dirawat adalah selama 2,6 kali. 57, 1% responden berjenis kelamin laki-laki, 16,9% bekerja sebagai buruh, 50% berpendidikan menengah (SMP), dan 54,8% responden berstatus tidak kawin. Uji karakteristik responden menunjukkan bahwa pada 5% tidak ada perbedaan yang signifikan karakteristik responden. Tabel 1 nilai pre test kemampuan kognitif sebesar 18,93, untuk nilai kemampuan perilaku sebesar 51,90, sedangkan untuk nilai kemampuan sosial sebesar 22,83. Setelah dilakukan terapi kelompok supportif kemampuian mengatasi perilaku kekerasan mengalami peningkatan skor perbedaan dilihat dari setel;ah diberikan terapi suportif dengan kemampuan kognitif, kemampuan perilaku dan kemampuan sosial peningkatan dengan nilai pada 5% (p value > 0,000) pada tabel 4 artinya ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan mengatasi perilaku kekerasan dengan permberian terapi kelompok suportif.
Hasil screening menunjukkan bahwa kebanyakan klien berada pada tingkat emosi sedang
dan beberapa yang mengalami emosi kurang dan buruk dilaporkan kebagian keperawatan untuk ditindaklanjuti. Kondisi ini perlu ditangani, salah satunya dengan memberikan terapi kelompok suportif bagi klien perilaku kekerasan. Pemberian terapi kelompok suportif berdampak respon perilaku yang cukup besar.
Terapi kelompok suportif merupakan sala satu jenis terapi kelompok untuk merubah perilaku, perubahan perilaku dilatih melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga perubahan perilaku yang diharapkan akan lebih mudah dilakukan klien. Gambaran perilaku yang akan dipelajari, memperlajari perilaku baru melalui petunjuk dan demonstrasi, role play yaitu mempraktekkan perilaku baru dengan memberikan umpan balik dan mengaplikasikan perilaku baru dalam situasi nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miller dan Harsen (1997) menyatakan bahwa perubahan perilaku yang baik dapat dilakukan dengan tehnik asertif.
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemberian terapi generalis dan terapi kelompok suportif menurunkan respon perilaku lebih besar daripada hanya dengan terapi generalis saja.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. (2011, 06 20). Makalah Terapi Kelompok. Dipetik 05 20, 2014, dari Katulumbu: http://katumbu.blogspot.com/2012/06/makalah-terapi-kelompok.html
Hapsah., Hamid, A., & Susanti, H. (2011). Peningkatan Generatvitas Melalui Terapi Kelompok pada Perempuan Paruh Baya. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Hidayati, E. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif terhadap Kemampuan Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang. Seminar Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS .
Istiana, D., Keliat, B. A., & Nuraini, T. (2011). Terapi Kelompok Terapeutik Anak Usia Sekolah pada Anak-Orang Tua dan Anak-Guru Meningkatkan Perkembangan Mental Anak Usia Sekolah. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 , 94-100.
Sihotang, L. (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol. Medan: USU: Tidak diterbitkan.
Suharto, E. (2002). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung: Alfabeta.